Indonesia dan Turkiye ; Bahasa Inggris dan Kesenjangan Sosial

(Oleh Faiz Arhasy, Awardee Turkiye Burslari Scholarship)

Lintaspena.id _ Mayoritas warga negara Indonesia yang datang ke Turkiye berekspektasi bahwa ramai masyarakat Turkiye yang mahir dalam berbahasa inggris. Wajar saja, Turkiye yang secara geografis masuk ke wilayah Eropa dan juga sering menjalin interaksi dengan bangsa barat sejak lama merupakan salah satu faktornya. Leluhur bangsa Turkiye yang pernah menciptakan Turkiye sebagai pusat peradaban keilmuan dan negara Turkiye yang termasuk salah satu negara maju juga seharusnya menjadi alasan bahasa inggris tidak asing lagi di negara Turkiye.

Akan tetapi tidak pada kenyataannya. Jarang kita menjumpai masyarakat Turkiye yang mahir dalam berbahasa inggris. Dengan segala keunggulan dan track record yang dimilikinya tentu saja ini menjadi sebuah fakta yang mengejutkan. Bahkan, jarang pula ditemukan mahasiswa Turkiye yang mahir berbahasa inggris di bangku perkuliahan.

Kurikulum mata kuliah bahasa inggris di tingkat perkuliahan di Turkiye sama dengan kurikulum bahasa inggris di sekolah dasar di Indonesia. Akibatnya paradigma yang muncul dikalangan masyarakat Indonesia yang pernah ke Turkiye terutama kalangan pelajar menganggap bahwa kemampuan bahasa inggris masyarakat Indonesia di atas masyarakat Turkiye.

Akan tetapi, berdasarkan survei dari EF English Profiency Index dalam 5 tahun terakhir Turkiye menempati posisi diatas Indonesia dalam kemampuan berbahasa Inggris. Termasuk survei tahun 2024 yang baru di rilis pada 13 November 2024 lalu. Dari 116 negara Turkiye menempati posisi 65 dengan perolehan skor 497 sedangkan Indonesia menempati posisi 80 dengan perolehan skor 468.

Survei ini tentu saja mengejutkan bagi masyarakat Indonesia yang pernah ke Turkiye khususnya kalangan pelajar Indonesia di Turkiye. Bagaimana tidak ? Fakta yang sering terjadi di lapangan adalah jarang pelajar Indonesia di Turkiye bertemu orang Turkiye yang mahir dalam berbahasa inggris. Dan tentunya ini menjadi topik yang menarik untuk di ulas.

Jika dilihat dalam kehidupan sehari-hari penggunaan bahasa inggris di Turkiye hampir bisa dikatakan sama dengan di Indonesia. Penggunaan bahasa Inggris hanya sering digunakan di jenjang karir tinggi terutama di kota besar, wisata serta sebagian dunia pendidikan. Jarang kita menjumpai tulisan bahasa inggris di pertokoan, pusat perbelanjaan, pusat keramaian dan lainnya.

Akan tetapi tentu saja ini tidak berlaku di semua tempat dan golongan. Di beberapa tempat dan golongan baik di Turkiye atau di Indonesia kita bisa menemukan penggunaan bahasa inggris yang dominan bahkan hingga 100 %. Dan jika di ulik lebih dalam lagi ternyata keunggulan suatu tempat atau golongan tersebut yang bahkan memiliki rasio yang sangat jauh dengan tempat atau golongan yang lainnya tidak hanya terjadi dalam kemampuan bahasa inggris tetapi juga di ekonomi, kesehatan, pendidikan, kualitas sumber daya manusia dan lainnya.

Ya, faktor terjadinya perbedaan ini kembali lagi pada kesenjangan sosial. Berdasarkan data terakhir yang diperoleh oleh world bank bahwa angka gini index (skala pengukuran kesenjangan sosial) di Turkiye adalah 44.4 sedangkan di Indonesia adalah 36.1. Semakin besar angka gini index suatu negara maka semakin besar kesenjagan sosial yang dimiliki. Dan negara-negara yang memiliki angka gini index diatas 40 tergolong negara dengan kesenjangan sosial yang tinggi. Meskipun Indonesia tidak menyentuh angka 40 di survei terakhir akan tetapi angka 36.1 juga merupakan angka yang tidak kecil.

Kesenjangan sosial inilah yang membuat masyarakat terbagi menjadi golongan-golongan berdasarkan keunggulan di suatu bidang. Contohnya dibidang pendidikan seperti dalam kemampuan berbahasa asing. Dan umumnya antar beberapa bidang terikat satu dengan lain sehingga golongan-golongan yang terbentuk memiliki perbedaan yang kontras.

Contohnya orang yang memiliki ekonomi yang baik tentunya memilih pendidikan yang baik. Dengan pendidikan yang baik maka terciptalah sumber daya manusia yang baik. Dengan sumber daya manusia yang baik terciptalah kehidupan dan kesejahteraan yang baik.

Sebaliknya, orang yang memiliki ekonomi yang kurang mumpuni tentunya tidak dapat memilih pendidikan terbaik. Karena pendidikan yang tidak maksimal harapan memiliki sumber daya manusia yang baik juga menurun sehingga kehidupan dan kesejahteraan yang baik pun juga menurun.

Inilah yang saat ini terjadi di Indonesia dan Turkiye. Secara keseluruhan dan telah dibuktikan oleh data memang Indonesia dan Turkiye masuk dalam kategori low dalam berbahasa inggris. Hanya beberapa golongan yang memiliki kapasitas dalam berbahasa inggris. Dan pelajar Indonesia yang berkesempatan menempuh studi di Turkiye umumnya berasal dari golongan ini. Yaitu golongan yang memang dalam kesehariannya berada di lingkungan orang-orang yang mahir dalam berbahasa inggris ketika di Indonesia.

Ketika sampai di Turkiye dan berbaur langsung dengan masyarakat Turkiye dari berbagai kalangan maka wajar saja jikalau mereka terkejut dan menganggap bahwa masyarakat Indonesia lebih mahir dalam berbahasa inggris. Padahal karena selama di Indonesia berada dilingkungan orang-orang yang bisa berbahasa inggrislah mereka merasa bahwa masyarakat Indonesia lebih mahir dalam berbahasa inggris. Faktanya masih banyak masyarakat Indonesia terutama di pelosok-pelosok yang tidak bisa berbahasa inggris. Dan jika diakumulasikan secara keseluruhan kapasitas dalam berbahasa inggris masyarakat Turkiye lebih baik dari masyarakat Indonesia.

Ini tentunya harus menjadi perhatian khusus bagi semua kalangan. Dalam 10 tahun terakhir angka gini index Indonesia berada diatas angka 35. Ya, pemerataan memang merupakan salah satu pr terbesar Indonesia saat ini. Prinsip “No one left behind” harus terus dikemukakan dan digagaskan. Impian mencapai negara maju di tahun 2045 tidak akan terwujud jikalau pemerataan tidak dijadikan salah satu fokus utama.

Kita bisa melihat masalah pemerataan ini di bidang transportasi sebagai salah satu contoh. Saat ini masih banyak daerah di Indonesia yang tidak memiliki sarana dan prasarana transportasi yang layak. Akan tetapi ada beberapa daerah yang sudah berada di level yang jauh diatas di bidang transportasi bahkan sudah terintegrasi.

Kesenjangan sosial yang terjadi di kalangan masyarakat harus terus dibenahi dan diperbaiki. Kesejahteraan dalam kesehatan, pendidikan, perekonomian dan aspek lainnya harus dirasakan oleh semua elemen masyarakat. Peningkatan sdm melalui berbagai kebijakan harus terus digencarkan dan harus terjangkau ke semua elemen masyarakat. Indonesia yang merupakan negara yang besar tentunya tidak dapat menjadi negara maju jikalau hanya segelintir golongan yang memiliki sdm yang baik. Dan ini merupakan tanggung jawab kita bersama.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *